Jumat, 29 Mei 2009

PENGEMBANGAN MULTIMEDIA SEBAGAI ALAT BANTU BELAJAR GEOMETRI


Oleh:
Aan Hendrayana

ABSTRACT
We need tools to help children learning mathematics. One kind tool that has growing lately is multimedia. Therefore, we should develop it. Developing multimedia must through process planning, budding, and evaluation. We have developed a multimedia with topic in geometry. Children responds is positive.

Kata kunci: mutimedia, geometry

A. PENDAHULUAN
Teori perkembangan kognitif berasumsi bahwa perkembangan psikologi seseorang bersifat kualitatif. Menurut Sutiono (1983) perubahan itu terjadi karena interaksi antara pembawaan dan lingkungan. Jadi manusia dipandang sebagai aktor yang mempunyai inisiatif terhadap tindakannya yang menyebabkan lingkungan berinteraksi. Menurut Piaget pada interaksi itulah seseorang akan mendapatkan pengetahunnya dan pengetahuan bukanlah sekedar simpanan informasi saja akan tetapi suatu proses atau rangkaian kegiatan. Kaitannya pada dunia pengajaran, Piaget menyarankan empat hal yang harus di lakukan pada pembelajaran.
(1) Pendekatan terpusat ke anak. Mengajarkan sesuatu pada anak akan lebih baik bila kita memulainya dari perspektif anak bukan dari perspektif guru.
(2) Aktifitas. Anak membutuhkan kesempatan untuk mengadakan tindakan terhadap objek yang dipelajarinya, anak sebaiknya mengalami apa yang dia ketahui.
(3) Belajar secara mandiri. Karena perkembangan struktur kognitif seorang pada anak tidak sama maka kemandirian dalam belajar adalah solusi yang baik untuk mengakomodasi itu semua.
(4) Interaksi sosial. Siswa perlu diberikan atau didorong untuk berinteraksi dengan lingkungannya, karena dengan interaksi akan terjadi aktifitas seperti pertukaran pengalaman, membuat pernyataan dan mempertahankan argumen. Aktifitas seperti ini merupakan hal yang penting untuk mendapatkan pengetahuan secara baik.
Dari pendapat Piaget di atas bisa disimpulkan bahwa belajar tidak hanya dituntut untuk menerima pengetahuan begitu saja akan tetapi harus ada aktifitas mengalami dan mengujinya secara mandiri di lapangan. Ini sejalan dengan pendapat Ausubel (1971) bahwa belajar haruslah meaningfull (bermakna) dimana siswa terlibat aktif pada proses pembelajaran.
Kebermaknaan pada pembelajaran matematika seringkali dilupakan dengan alasan bahwa matematika banyak mengajarkan konsep-konsep abstrak sehingga tidak mudah mengakomodasi empat hal yang disarankan oleh piaget pada saat belajar. Pendapat ini tidak bisa disalahkan begitu saja, karena matematika itu sendiri memang memiliki objek kajian yang abstrak. Ini sejalan dengan pendapat Soedjadi (2000) yang menyatakan kajian objek pada matematika seperti fakta, konsep, operasi, dan prinsip itu semuanya abstrak. Misal saja bilangan, segitiga, dan kubus adalah konsep, itu semua abstrak. Kata bilangan, segitiga, dan kubus ada pada pikiran manusia saja, itulah yang menyebabkan matematika tidak mudah diajarkan oleh guru.
Untuk memecahkan masalah konsep abstrak pada matematika menurut Soedjadi diperlukan alat bantu dalam belajarnya. Misalkan bila kita ingin mengenalkan segitiga maka bisa diawali dengan segitiga dari karton atau kertas, dilanjutkan dengan lidi atau kawat baru kemudian dengan gambar segitiga yang lebih abstrak, akan tetapi penggunaan alat bantu ini harus mempertimbangkan prinsip-prinsip pengembangan alat bantu belajar, agar alat bantu benar-benar membantu siswa dalam belajar sesuai harapan.
Salah satu alat bantu yang berkembang pesat saat ini adalah multimedia (komputer). Multimedia berkembang pesat menjadi alat bantu belajar karena dapat menghadirkan banyak media, seperti teks, suara, gambar, animasi, dan video. Kelebihan lain dari multimedia adalah bisa dirancang secara interaktif sebagaimana alat peraga manual. Menurut Gall (Kusumah, 2007) interaktif itu bisa berupa latihan dan praktek (drill and practice), tutorial, permainan (games), simulasi (simulation), penemuan (discovery) dan pemecahan masalah (problem solving).
NCTM(2000) menyatakan sedikitnya ada tiga keunggulan multimedia interaktif yang perlu dicermati, yaitu meningkatkan belajar matematika siswa, menunjang pengajaran matematika di kelas dan mempengaruhi bagaimana matematika diajarkan, sehingga tidak aneh pengembangan multimedia sebagai alat bantu belajar telah banyak dilakukan dan beragam multimedia sebagai alat bantu belajar mulai banyak tersedia di pasaran.
Hasil observasi di lapangan (sekolah) yang dilakukan oleh penulis, ternyata guru kesulitan memperagakan konsep-konsep dari geometri, baik itu satu dimensi, dua dimensi maupun tiga dimensi. Kesulitan yang mucul di antaranya ketepatan dalam menetukan objek-objek titik pada lokasi yang sebenarnya, akuarsi perpotongan garis, irisan antar bidang dan memperagakan objek ruang pada media papan tulis. Kondisi itu terjadi karena alat bantu belajar khususnya papan tulis tidaklah mendukung kebutuhan akurasi geometri. Akibat dari itu eksplorasi konsep tidak optimal dan akhirnya penyerapan materi tidak sesuai harapan.
Melihat persoalan di atas, penulis berupaya mencarikan solusi dengan menghadirkan multimedia sebagai alat bantu belajar. Pemilihan multimedia cukup beragam, untuk geometri dua dimensi dipilih CABRI sedangkan untuk tiga dimensi penulis memilih AUTOGRAPH. Untuk tiga dimensi ternyata tidak mudah untuk digunakan sebagai alat bantu belajar, karena AUTOGRAPH dibuat secara umum untuk objek tiga dimensi bukan secara khusus objek-objek tiga dimenis tertentu yang biasa diajarkan di sekolah menengah, solusinya penulis dengan tim sekolah (tempat meneliti) mencoba mengembangkan media sendiri.
Pengembangan media tidaklah mudah untuk dilakukan, berbagai rangkaian kegiatan harus dilaksanakan agar media yang dibuat menjawab kebutuhan pengguna dan untuk menghasilkan media yang ideal waktu yang dibutuhkan bisa mencapai tahunan..
B. METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan (research and development), karena penelitian ini menghasilkan produk pembelajaran berupa mutimedia interakitif.
Adapun tahapan-tahapan penelitian pengembangan ini mengacu pada Leman (1998) yang menyatakan tahapan penelitian pengembangan terdiri dari tiga langkah. Langkah-langkah penelitian pengembangan yaitu,
1. Perencanaan
Perencanaan ini mencakup indentifikasi masalah, menentukan sasaran, dan jangka waktu pengembangan.
2. Pengembangan
Tahapan pengembangan terdiri dari survai, analisis, desain, pembuatan, implementasi dan pemeliharaan.
3. Evaluasi
Evaluasi perlu dilakukan untuk memastikan bahwa media yang dikembangkan berjalan sesuai harapan. Untuk itu dilakukan rangkaian pembelajaran (uji coba mengajar dan belajar) kemudian hasilnya dievaluasi.
Secara garis besar sepuluh tahapan dari penelitian pengembangan di atas, dapat di ilustrasikan pada gambar 1 berikut :

Populasi yang dituju pada penelitian ini adalah siswa SMP yang mempunyai fasilitas laboratorium komputer dengan spek pentium 4 ke atas, sedangkan sampel yang diambil adalah SMP IT As-Syifa Subang dengan pertimbangan purposif sampling, yaitu sekolah yang bersedia menyediakan fasilitas komputer secara penuh untuk pengembangan multimedia geometri tiga dimensi.
Pada penelitian pendahuluan ukuran keberhasilan dibatasi dahulu pada sikap siswa terhadap media yang dikembangkan. Skala sikap yang akan dijadikan instrumen adalah skala likert yang terdiri dari sepuluh pertanyaan. Skala sikap ini diberikan sesudah pembelajaran. Sedangkan kriteria interpretasi skor peneliti kutip dari Riduwan (2006).
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengembangan media diawali dengan fase perencanaan dengan cara menggali kebutuhan dan masalah siswa terhadap pelajaran matematika saat itu, juga menampung harapan siswa terhadap alat bantu yang akan kembangkan memalui pemberian kusioner. Hasil kuisioner dianalisis yang kemudian menjadi salah satu pertimbangan pengembangan media. Selanjutnya membuat rancangan pengembangan dengan mempertimbangkan kebutuhan perangkat baik software maupun hardware, kemampuan SDM (sumber daya manusia), dan kemampuan biaya.
Fase kedua adalah pengembangan, diawali dengan mensurvei kegiatan pembelajaran matematika di kelas dan mengkaji multimedia sejenis yang sudah dikembangkan oleh vendor-vendor (produsen) yang udah meluncurkan produknya di pasaran. Kegiatan kedua adalah menganalisa temuan saat survei, menganalisa kekurangan dan kelebihan dari multimedia. Kegiatan ketiga mulai merancang multimedia yang akan dibuat dengan mempertimbangkan hasil dari perencanaan, survei, dan analisa. Setelah rancangan dibuat mulailah pembuatan multimedia dilakukan, pembuatan multimedia merupakan kegiatan yang sangat melelahkan dan memakan waktu yang lama. Setelah multimedia selesai, multimedia hasil pembuatan diuji-cobakan melalui mikro teaching (simulasi mengajar), temuan-temuan pada mikro teaching diinventarisir yang kemudian dilakukan perbaikan-perbaikan pada multimedia.
Fase ketiga adalah evaluasi, fase ini adalah fase mencoba pembelajaran dengan bantuan multimedia yang dikembangkan. Setelah pembelajaran dilangsungkan di akhir siswa diminta pendapatnya tentang media yang dibuat melalui skala sikap. Hasil dari penelitian dirangkum pada tabel 1.
Tabel 1. Hasil survey
No Pernyataan Persentase Positif Kriteria
1 Cara mengajar guru bukan faktor penting dalam belajar matematika 68% Kuat
2 Saya bersemangat bila jam pelajaran matematika tiba 80% Kuat
3 Matematika lebih mudah dipahami bila dibantu dengan komputer 86% Sangat Kuat
4 Belajar matematika dengan bantuan komputer lebih santai dan tidak tegang 92% Sangat Kuat
5 Sebaiknya komputer sebagai alat bantu belajar disediakan untuk semua pelajaran 88% Sangat Kuat
6 Belajar matematika dengan bantuan komputer mengurangi ketergantungan saya terhadap guru 73% Kuat
7 Belajar matematika dengan banyak simulasi tidak dapat meningkatkan pemahaman matematik 77% Kuat
8 Belajar dengan menggunakan bantuan komputer membuat materi matematika lebih cepat dipahami 82% Sangat Kuat
9 Dengan bantuan komputer belajar matematika menjadi tidak menyenangkan 85% Sangat Kuat
10 Belajar matematika dengan bantuan komputer mengurangi ketergantungan saya terhadap guru 80% Sangat Kuat

Melihat tabel di atas harapan kemampun matematika siswa lebih baik lagi terbuka lebar, karena pada setiap item pernyataan sikap ternyata mempunyai interpretasi kuat bahkan sangat kuat. Hanya sekarang tinggal bagaimana merancang multimedia yang akan benar-benar meningkatkan sisi kognitifnya.
D. PENUTUP
Berdasarkan hasil pembahasan, kemampuan matematika siswa lebih baik lagi dan terbuka lebar, karena pada setiap item pernyataan sikap ternyata mempunyai interpretasi kuat bahkan sangat kuat. Hanya sekarang tinggal bagaimana merancang multimedia yang akan benar-benar meningkatkan sisi kognitifnya.Saran dari penelitian yang telah dilakukan :
1. Bagi para pengembang mutimedia, kembangkan multimedia untuk pembelajaran di sekolah sesuai kaidah metodologi pengembangan dengan harapan prestasi siswa bisa meningkat.
2. Bagi para guru, coba cari vendor yang menghasilkan multimedia yang telah teruji sehingga siswa lebih menyukai matematika dan harapan lebih lanjutnya kemampuan kognitifnya meningkat.
3. Bagi para siswa, coba belajar secara mandiri menggunakan multimedia matematika yang disarankan oleh guru.
DAFTAR PUSTAKA
Kusumah, Y.S. (2007). “Peningkatan Kualitas Pembelajaran dengan Courseware Interaktif”. Makalah pada seminar DUE-like, Semarang.
Leman. (1998). Metodologi Sistem Informasi. Jakarta : Elek Media Komputindo.
NCTM, (2000). Principles and Standards for School Mathematics. NCTM: Virginia.
Riduwan. (2006). Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung : Alfabeta.
Setiono, K. (1983). Teori Perkembangan Kognitif. Bandung : Universitas Padjadjaran.
Soedjadi, R. (2000). Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta : DIKTI - Depdiknas.

MENGANTISIPASI KEGAGALAN KOMPUTER SEBAGAI ALAT BANTU BELAJAR MATEMATIKA

Oleh:
Aan Hendrayana

ABSTRAK
Memanfaatkan Komputer sebagai alat bantu belajar matematika sangat dianjurkan para ahli maupun lembaga pendidikan yang kompeten. Namun, kenyataan di lapangan ada beberapa kagagalan yang terjadi. Kegagalan itu diakibatkan (1) human error (pengguna belum terampil); (2) persepsi yang salah tentang komputer; dan (3) kesalahan pengembangan. Mengantisipasi hal tersebut dibutuhkan ketepatan dan kekonsistenan pengembangan program komputer dan pelatihan yang berkesinambungan terhadap program yang digunakan.

Kata Kunci: Kegagalan, Komputer, Alat Bantu, Belajar, Matematika.
Pendidikan tinggi di Indonesia masih jauh tertinggal oleh negara lain, pada tahun 2008, tidak ada pendidikan tinggi di Indonesia yang termasuk dalam 700 universitas terbaik di dunia, padahal jumlah negara di dunia tidaklah sebanyak itu dan di Asia Tenggara pendidikan tinggi di Indonesia tidak ada yang memasuki 10 besar (Dikti, 2008). Begitu juga sebuah laporan yang diterbitkan Trends In International Mathematics and Sciences Study (TIMSS) pada tahun 2003 silam, kualitas sekolah menegah di Indonesia, menempati posisi ke 34 dari 48 negara yang disurvei (TIMSS, 2003).
Realitas di atas sangat memukul dunia pendidikan Indonesia, untuk itu diperlukan cara-cara yang tepat untuk mengejar ketertinggalan tersebut. Salah satu cara untuk mengejar ketertinggalan siswa Indonesia, khususnya matematika, adalah melengkapi sarana media dan alat bantu belajar. Media dan alat bantu belajar dianggap penting bagi peserta didik karena dapat membantu mengkonstruksi pemahaman matematika dengan lebih mudah. Salah satu media dan alat peraga yang handal untuk pengembangan pengetahuan dan keterampilan anak adalah teknologi komputer. Kelebihan dari teknologi komputer adalah dapat dijadikan tools (alat bantu) untuk membuat visualisasi objek-objek geometri (baik dua dimensi maupun tiga dimensi), bila digambarkan dan dibuat secara manual tidak akan mudah membuatnya (NCTM, 2000). Teknologi komputer juga memungkinkan siswa belajar matematika dengan lebih mudah dan lebih berkembang, khususnya pada matari-materi yang tidak mudah diajarkan oleh pengajaran atau alat bantu biasa, menurut Kusumah (2004), karena komputer dapat menghadirkan banyak media di antaranya teks, gambar, grafik, tutorial, video, animasi, simulasi, dan game (permainan). Kusumah (2007) juga menekankan bahwa, konsep-konsep dan keterampilan tingkat tinggi yang memiliki keterkaitan antara satu unsur dan satu unsur lainnya sulit diajarkan melalui buku semata, karena buku mempunyai keterbatasan media yang dihadirkan. Untuk itu Kusumah (2007) menyatakan bahwa pemahaman konsep dalam suatu pembelajaran matematika akan lebih cepat jika dalam kegiatan pembelajaran di dalam kelas dikenalkan pada komputer, yang didayagunakan secara efektif.
Pemanfaatan komputer sebagai alat bantu belajar atau media pembelajaran sangatlah luas. Kusumah (2006) menyebutkan sedikitnya ada tujuh jenis pemanfaatan media komputer untuk pembelajaran, yaitu Computer-Assisted Instruction (CAI), Computer-Assisted Learning (CAL), Computer-Based Training (CBT), Computer Conference, E-mail, Website, dan Interactive multimedia. Dari tujuh jenis itu interactive multimedia (multimedia interaktif) adalah media yang cukup populer untuk digunakan sebagai alat bantu belajar mengajar di sekolah.
Pengembangan multimedia interaktif untuk kebutuhan pembelajaran matematika di sekolah sudah banyak dikembangkan, baik itu berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Hasil observasi yang dilakukan oleh penulis setelah mengembangkan banyak media, penulis mempunyai kesimpulan software pembelajaran dari luar negeri tidak gampang untuk dieksplorasi oleh siswa, dikarenakan kesulitan bahasa, konteks materi (karena perbedaan kultur), dan muatan materi (kurikulum) sering tidak sesuai dengan di dalam negeri. Sedangkan multimedia interaktif yang dikembangkan di dalam negeri, dari sisi kurikulum dan bahasa sudah relatif memenuhi, akan tetapi prinsip-prinsip pengembangan media masih ada yang tidak mempertimbangkan prinsip-prinsip pengembangan media secara benar, baik itu dari segi keilmuan matematika, pedagogik (ilmu kependidikan), maupun medianya.
Penggunaan komputer sebagai media dan alat belajar matematika telah banyak dilakukan di Indonesia. Hasil yang muncul kepermukaan adalah keberhasilan-keberhasilan yang dicapai setelah belajar menggunakan bantuan komputer, baik dari sisi motivasi belajar maupun hasil belajar. Namun, publikasi kegagalan dari penggunaan komputer sebagai alat bantu belajar tidaklah banyak dilakukan. Jurnal dan media lain sepertinya tabu mengungkapkan kegagalan komputer sebagai alat bantu belajar. Padahal pembahasan kegagalan sangatlah penting untuk perbaikan pembelajaran.
Kaitannya dengan kegagalan komputer sebagai alat bantu belajar, di Indonesia sedikitnya ada dua penelitian yang menyatakan bahwa komputer sebagai alat bantu belajar tidak lebih baik dari pembelajaran biasa, yaitu penelitian Yaniawati (2006) dan Fajri (2008). Yaniawati (2006), telah melakukan penelitian kuasi-eksperimen dengan tiga perlakuan, yaitu kelas yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan komputer, kelas

blended (pembelajaran biasa dan bantuan komputer), dan pembelajaran konvensional. Hasilnya adalah daya matematika (pemecahan masalah, penalaran, komunikasi matematik, dan koneksi matematik) dengan komputer secara full lebih jelek dari kelas blended dan konvensional, dan kelas blended lebih baik dari kelas konvensional. Kemudian, Fajri (2008) yang melakukan penelitian kuasi-eksperimen dengan dua perlakukan, yaitu satu kelas mendapat pembelajaran dengan bantuan komputer dan satu kelas mendapatkan dengan pembelajaran konvensional. Hasinya adalah kelas dengan pembelajaran konvensional lebih baik daripada pembelajaran dengan bantuan komputer. Dua kesimpulan penelitian ini seolah-oleh bertentangan dengan kesimpulan umum dimana hasil belajar siswa yang menggunakan teknologi komputer lebih baik dengan pembelajaran konvensional padahal komputer dapat menghadirkan banyak keunggulan dibanding dengan media lain.
Menurut Kusumah (2007) kegagalan penggunaan komputer pada pembelajaran disebabkan anggapan yang salah tentang komputer, anggapan itu antara lain: (1) pengguna menganggap komputer sebagai obat mujarab; (2) komputer dapat menggantikan peran guru; (3) pembuatan bahan ajar cukup dilakukan oleh programer dan orang yang menguasai bahan yang akan diajarkan. Sedangkan menurut Neiss (2006) kegagalan penggunaan komputer pada pembelajaran disebabkan tiga hal, antara lain:
1. Tidak terbiasanya/terlatih guru menggunakan software pembelajaran, akan mengakibatkan proses belajar tidak sesuai harapan karena pengajar tidak memahami betul karakteristik software pembelajaran yang digunakan
2. Ketidaksesuaian harapan materi software dengan kebutuhan atau kebiasaan pengajar, akibatnya pengajar seringkali kehabisan waktu untuk mencocokan materi yang biasa pengajar berikan
3. Tujuan-tujuan instruksional maupun konsep matematika seringkali tidak terancang dengan baik, akibat dari kurang fahamnya pembuat/pengembang software terhadap tujuan-tujuan instruksional dan konsep-konsep matematika.
Sedangkan menurut Hendrayana (2008) kegagalan penggunakan komputer sebagai alat bantu belajar tidak terlepas dari tiga hal: (1) ketepatan metode pengembangan, (2) ketidak hati-hatian pemilihan software, dan (3) belum terbiasanya siswa menggunakan komputer sebagai alat bantu belajar.
Melihat pendapatnya Kusumah, Ness, dan Hendrayana dapat disimpulkan ada tiga penyebab sehingga belajar dengan menggunakan bantuan komputer tidak lebih baik dari pembelajaran biasa: (1) human error (belum terampil); (2) persepsi yang salah; dan (3) kesalahan pengembangan. Menurut Ibrahim (1998) kesalahan pertama dan kedua bisa diselesaikan dengan adanya pelatihan dan sosialisasi secara kontinu. Sedangkan kesalahan ketiga adalah kesalahan yang sangat fatal, kesalahan ini dapat terkait dengan metode pengembangan software (perangkat lunak) yang tidak tepat atau ketidakkekonsistenan metode pengembangan software yang digunakan.
Daftar Pustaka
Fajri, H. (2008). Efektifitas Penggunaan Multimedia Interaktif Pada Siswa SMP 1 Ciruas. Skripsi Untirta. Banten: Tidak Dipublikasikan

Hendrayana, A. (2008). Pengembangan Multimedia Sebagai Alat Bantu Belajar Geometri. Banten: JPPM.
Kusumah, Y.S. (2007). “Peningkatan Kualitas Pembelajaran dengan Courseware Interaktif”. Makalah pada seminar DUE-like, Semarang.
NCTM, (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Virginia: NCTM.
Niess, M.L. (2006). Guest Editorial : Preparing Teachers to Teach Mathematics With Technology. Oregon: Oregon State University.
Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS). (2003). International Study Center, Boston College: TIMSS.
Yaniawati, R.P. (2006). Implementasi E-Learning dalam Upaya Mengembangkan Daya Matematik (Mathematical Power) Mahasiswa Calon Guru. Disertasi PPS UPI. Bandung: Tidak Dipublikasikan

Kamis, 28 Mei 2009

Cara Menulis Daftar Pustaka

Oleh : Aan Hendrayana

Salah satu penilaian kualitas dari karya ilmiah adalah daftar pustaka yang baik. Menyertakan daftar pustaka pada karya ilmiah, baik itu berupa buku, hasil penelitian, makalah, maupun artikel, merupakan salah satu etika yang sangat dianjurkan. Dengan adanya daftar pustaka, pernyataan dan klaim pada tulisan ilmiah dapat ditelusuri kebenarannya. Akibatnya tulisan yang tidak secara baik mencantumkan daftar pustaka maka kualitas karyanya dipertanyakan.
Untuk menuliskan sumber di kajian pustaka, perlu aturan yang harus dipatuhi. Aturan yang perlu dipatuhi antara lain, tata cara penulisan, penulis, penyunting, dan sumber pustaka seperti buku, jurnal, surat kabar, majalah, makalah, dekumentasi lembaga, dan internet.

A. Nama Penulis
Ketika hendak mencantumkan nama penulis pada salah satu pustaka seringkali terbentur beberapa tiga hal yaitu: (1) gelar; (2) nama lengkap penulis; dan (3) jumlah penulis
1. Gelar
Untuk mengormati nama penulis yang hendak dikutip, banyak kejadian gelar dari penulis disertakan. Padahal aturan dari daftar pustaka tidak mengijinkan untuk mencatumkan, gelar akedemik, gelar keagamaan, gelar kedaerahan, dan gelar-gelar lainnya. Contoh-contoh gelar yang biasa muncul adalah:
- Profesor, DR, Ph.D, Drs, S.Si, dan lain-lain
- KH, Haji (H), Pdt, dan lain-lain
- Tubagus, Tengku, Ratu, dan lain-lain.
Kasus yang tidak tepat:
DR. Hendrayana, A. (2008). “Pengembangan Multimedia Interaktif untuk Pembelajaran”, dalam Handbook Self-Regualted Learning. Bandung: CV. Inovasi e-Learning.
Seharusnya:
Hendrayana, A. (2008). “Pengembangan Multimedia Interaktif untuk Pembelajaran”, dalam Handbook Self-Regualted Learning. Bandung: CV. Inovasi e-Learning.

2. Penulisan nama lengkap penulis
Pada daftar pustaka nama penulis dan penyunting tidak diijin untuk menulis nama secara lengkap pada daftar pustaka. Seandainya dibolehkan maka kita akan cukup direpotkan menuliskan nama-nama yang begitu panjang. berikut aturannya
a. Namanya terdiri dari satu kata, maka penulisannya bisa dapat langsung dituliskan pada daftar pustaka.
Contoh :
Herman. (2008). “Pengembangan Multimedia Interaktif untuk Pembelajaran”, dalam Handbook Self-Regualted Learning. Bandung: CV. Inovasi e-Learning.
b. Namanya hanya terdiri dari dua kata atau lebih, maka kata yang ditulis adalah kata yang terakhir, sedangkan kata-kata di depannya disingkat.
Contoh:
Nama Penulis: Aan Hendrayana
Ditulis pada daftar pustaka:
Hendrayana, A. (2008). “Pengembangan Multimedia sebagai Alat Bantu Belajar”. Jurnal Penelitian Pendidikan Matematika. 1. (1). 60 – 71.
Nama Penulis: Yaya Sukjaya Kusumah
Ditulis pada daftar pustaka:
Kusumah, Y.S. (2008). “Pengembangan Multimedia sebagai Alat Bantu Belajar”. Jurnal Penelitian Pendidikan Matematika. 1. (1). 60 – 71.

3. Jumlah Penulis
Penulis Satu Orang
Penulisannya:
Hendrayana, A. (2008). “Pengembangan Multimedia sebagai Alat Bantu Belajar”. Jurnal Penelitian Pendidikan Matematika. 1. (1). 60 – 71.
Penulis Dua Orang
Penulisannya:
Hendrayana, A. dan Heni, P. (2008). “Pengembangan Multimedia sebagai Alat Bantu Belajar”. Jurnal Penelitian Pendidikan Matematika. 1. (1). 60 – 71.
Penulis Tiga Orang
Penulisannya:
Hendrayana, A., Heni, P., dan Mutaqin, A. (2008). “Pengembangan Multimedia sebagai Alat Bantu Belajar”. Jurnal Penelitian Pendidikan Matematika. 1. (1). 60 – 71.
Penulis Lebih dari Tiga Orang
Penulisannya:
Hendrayana, A. et al. (2008). “Pengembangan Multimedia sebagai Alat Bantu Belajar”. Jurnal Penelitian Pendidikan Matematika. 1. (1). 60 – 71.

Berikutnya, untuk mempermudah pemahaman terhadap materi daftar pusataka, pada tulisan ini dibuat beberapa pemisalan, antara lain:
Aan Hendrayana
Anwar Mutaqin
Heni Pujiastuti Serayu

A. Berdasarkan Asal Sumber.
1.Sumbernya dari Jurnal
Contoh :
Hendrayana, A. (2008). “Pengembangan Multimedia sebagai Alat Bantu Belajar”. Jurnal Penelitian Pendidikan Matematika. 1. (1). 60 – 71.

2.Sumbernya dari Buku
• Penulis Langsung
Contoh :
Hendrayana, A. (2008). Pengembangan Multimedia Interaktif untuk Pembelajaran. Bandung: CV. Inovasi e-Learning.
• Penulis sebagai Penyunting
Contoh :
Hendrayana, A. dan Koswara, B.D. (Eds) (2008). Pengembangan Multimedia Interaktif untuk Pembelajaran. Bandung: CV. Inovasi e-Learning.
• Bukunya Merupakan Kumpulan dari Banyak Penulis (biasanya handbook)
Contoh :
Hendrayana, A. (2008). “Pengembangan Multimedia Interaktif untuk Pembelajaran”, dalam Handbook Self-Regualted Learning. Bandung: CV. Inovasi e-Learning.

3.Sumbernya dari Skripsi, Tesis, dan Disertasi.
Contoh :
Hendrayana, A. (2008). Pengembangan Multimedia Interaktif untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Siswa SMP dalam Matematika. Tesis SPs UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

4.Sumbernya dari Publikasi dan Dekumen Lembaga/Departemen
Contoh :
Pusat Kurikulum. (2006). Model-Model Pembelajaran Matematika Bandung: Puskur.

5.Sumbernya dari Makalah
Contoh :
Hendrayana, A. (2006). Multimedia Untuk Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis dalam Matematika. Makalah pada Seminar International Intiative Forum: Jakarta.

6.Sumbernya dari Surat Kabar
Hendrayana, A. (1999). “Bisakah Komputer Mengalahkan Manusia?”. Pikiran Rakyat: (18 Oktober 1999)

7.Sumbernya dari Internet
Karya Perorangan (bisanya banyak terdapat pada blog pribadi)

Karya Kolektif

Artikel dalam Jurnal

Artikel dalam Majalah

Artikel di surat kabar

Pesan dari e-mail

Aturan seting tulisan
- Baris kedua menjorok 5 ketukan
- Paragraph antar tulisan pada satu sumber adalah satu spasi.

Ctt
*Beberapa poin pada tulisan ini belum selesai