Jumat, 29 Mei 2009

PENGEMBANGAN MULTIMEDIA SEBAGAI ALAT BANTU BELAJAR GEOMETRI


Oleh:
Aan Hendrayana

ABSTRACT
We need tools to help children learning mathematics. One kind tool that has growing lately is multimedia. Therefore, we should develop it. Developing multimedia must through process planning, budding, and evaluation. We have developed a multimedia with topic in geometry. Children responds is positive.

Kata kunci: mutimedia, geometry

A. PENDAHULUAN
Teori perkembangan kognitif berasumsi bahwa perkembangan psikologi seseorang bersifat kualitatif. Menurut Sutiono (1983) perubahan itu terjadi karena interaksi antara pembawaan dan lingkungan. Jadi manusia dipandang sebagai aktor yang mempunyai inisiatif terhadap tindakannya yang menyebabkan lingkungan berinteraksi. Menurut Piaget pada interaksi itulah seseorang akan mendapatkan pengetahunnya dan pengetahuan bukanlah sekedar simpanan informasi saja akan tetapi suatu proses atau rangkaian kegiatan. Kaitannya pada dunia pengajaran, Piaget menyarankan empat hal yang harus di lakukan pada pembelajaran.
(1) Pendekatan terpusat ke anak. Mengajarkan sesuatu pada anak akan lebih baik bila kita memulainya dari perspektif anak bukan dari perspektif guru.
(2) Aktifitas. Anak membutuhkan kesempatan untuk mengadakan tindakan terhadap objek yang dipelajarinya, anak sebaiknya mengalami apa yang dia ketahui.
(3) Belajar secara mandiri. Karena perkembangan struktur kognitif seorang pada anak tidak sama maka kemandirian dalam belajar adalah solusi yang baik untuk mengakomodasi itu semua.
(4) Interaksi sosial. Siswa perlu diberikan atau didorong untuk berinteraksi dengan lingkungannya, karena dengan interaksi akan terjadi aktifitas seperti pertukaran pengalaman, membuat pernyataan dan mempertahankan argumen. Aktifitas seperti ini merupakan hal yang penting untuk mendapatkan pengetahuan secara baik.
Dari pendapat Piaget di atas bisa disimpulkan bahwa belajar tidak hanya dituntut untuk menerima pengetahuan begitu saja akan tetapi harus ada aktifitas mengalami dan mengujinya secara mandiri di lapangan. Ini sejalan dengan pendapat Ausubel (1971) bahwa belajar haruslah meaningfull (bermakna) dimana siswa terlibat aktif pada proses pembelajaran.
Kebermaknaan pada pembelajaran matematika seringkali dilupakan dengan alasan bahwa matematika banyak mengajarkan konsep-konsep abstrak sehingga tidak mudah mengakomodasi empat hal yang disarankan oleh piaget pada saat belajar. Pendapat ini tidak bisa disalahkan begitu saja, karena matematika itu sendiri memang memiliki objek kajian yang abstrak. Ini sejalan dengan pendapat Soedjadi (2000) yang menyatakan kajian objek pada matematika seperti fakta, konsep, operasi, dan prinsip itu semuanya abstrak. Misal saja bilangan, segitiga, dan kubus adalah konsep, itu semua abstrak. Kata bilangan, segitiga, dan kubus ada pada pikiran manusia saja, itulah yang menyebabkan matematika tidak mudah diajarkan oleh guru.
Untuk memecahkan masalah konsep abstrak pada matematika menurut Soedjadi diperlukan alat bantu dalam belajarnya. Misalkan bila kita ingin mengenalkan segitiga maka bisa diawali dengan segitiga dari karton atau kertas, dilanjutkan dengan lidi atau kawat baru kemudian dengan gambar segitiga yang lebih abstrak, akan tetapi penggunaan alat bantu ini harus mempertimbangkan prinsip-prinsip pengembangan alat bantu belajar, agar alat bantu benar-benar membantu siswa dalam belajar sesuai harapan.
Salah satu alat bantu yang berkembang pesat saat ini adalah multimedia (komputer). Multimedia berkembang pesat menjadi alat bantu belajar karena dapat menghadirkan banyak media, seperti teks, suara, gambar, animasi, dan video. Kelebihan lain dari multimedia adalah bisa dirancang secara interaktif sebagaimana alat peraga manual. Menurut Gall (Kusumah, 2007) interaktif itu bisa berupa latihan dan praktek (drill and practice), tutorial, permainan (games), simulasi (simulation), penemuan (discovery) dan pemecahan masalah (problem solving).
NCTM(2000) menyatakan sedikitnya ada tiga keunggulan multimedia interaktif yang perlu dicermati, yaitu meningkatkan belajar matematika siswa, menunjang pengajaran matematika di kelas dan mempengaruhi bagaimana matematika diajarkan, sehingga tidak aneh pengembangan multimedia sebagai alat bantu belajar telah banyak dilakukan dan beragam multimedia sebagai alat bantu belajar mulai banyak tersedia di pasaran.
Hasil observasi di lapangan (sekolah) yang dilakukan oleh penulis, ternyata guru kesulitan memperagakan konsep-konsep dari geometri, baik itu satu dimensi, dua dimensi maupun tiga dimensi. Kesulitan yang mucul di antaranya ketepatan dalam menetukan objek-objek titik pada lokasi yang sebenarnya, akuarsi perpotongan garis, irisan antar bidang dan memperagakan objek ruang pada media papan tulis. Kondisi itu terjadi karena alat bantu belajar khususnya papan tulis tidaklah mendukung kebutuhan akurasi geometri. Akibat dari itu eksplorasi konsep tidak optimal dan akhirnya penyerapan materi tidak sesuai harapan.
Melihat persoalan di atas, penulis berupaya mencarikan solusi dengan menghadirkan multimedia sebagai alat bantu belajar. Pemilihan multimedia cukup beragam, untuk geometri dua dimensi dipilih CABRI sedangkan untuk tiga dimensi penulis memilih AUTOGRAPH. Untuk tiga dimensi ternyata tidak mudah untuk digunakan sebagai alat bantu belajar, karena AUTOGRAPH dibuat secara umum untuk objek tiga dimensi bukan secara khusus objek-objek tiga dimenis tertentu yang biasa diajarkan di sekolah menengah, solusinya penulis dengan tim sekolah (tempat meneliti) mencoba mengembangkan media sendiri.
Pengembangan media tidaklah mudah untuk dilakukan, berbagai rangkaian kegiatan harus dilaksanakan agar media yang dibuat menjawab kebutuhan pengguna dan untuk menghasilkan media yang ideal waktu yang dibutuhkan bisa mencapai tahunan..
B. METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan (research and development), karena penelitian ini menghasilkan produk pembelajaran berupa mutimedia interakitif.
Adapun tahapan-tahapan penelitian pengembangan ini mengacu pada Leman (1998) yang menyatakan tahapan penelitian pengembangan terdiri dari tiga langkah. Langkah-langkah penelitian pengembangan yaitu,
1. Perencanaan
Perencanaan ini mencakup indentifikasi masalah, menentukan sasaran, dan jangka waktu pengembangan.
2. Pengembangan
Tahapan pengembangan terdiri dari survai, analisis, desain, pembuatan, implementasi dan pemeliharaan.
3. Evaluasi
Evaluasi perlu dilakukan untuk memastikan bahwa media yang dikembangkan berjalan sesuai harapan. Untuk itu dilakukan rangkaian pembelajaran (uji coba mengajar dan belajar) kemudian hasilnya dievaluasi.
Secara garis besar sepuluh tahapan dari penelitian pengembangan di atas, dapat di ilustrasikan pada gambar 1 berikut :

Populasi yang dituju pada penelitian ini adalah siswa SMP yang mempunyai fasilitas laboratorium komputer dengan spek pentium 4 ke atas, sedangkan sampel yang diambil adalah SMP IT As-Syifa Subang dengan pertimbangan purposif sampling, yaitu sekolah yang bersedia menyediakan fasilitas komputer secara penuh untuk pengembangan multimedia geometri tiga dimensi.
Pada penelitian pendahuluan ukuran keberhasilan dibatasi dahulu pada sikap siswa terhadap media yang dikembangkan. Skala sikap yang akan dijadikan instrumen adalah skala likert yang terdiri dari sepuluh pertanyaan. Skala sikap ini diberikan sesudah pembelajaran. Sedangkan kriteria interpretasi skor peneliti kutip dari Riduwan (2006).
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengembangan media diawali dengan fase perencanaan dengan cara menggali kebutuhan dan masalah siswa terhadap pelajaran matematika saat itu, juga menampung harapan siswa terhadap alat bantu yang akan kembangkan memalui pemberian kusioner. Hasil kuisioner dianalisis yang kemudian menjadi salah satu pertimbangan pengembangan media. Selanjutnya membuat rancangan pengembangan dengan mempertimbangkan kebutuhan perangkat baik software maupun hardware, kemampuan SDM (sumber daya manusia), dan kemampuan biaya.
Fase kedua adalah pengembangan, diawali dengan mensurvei kegiatan pembelajaran matematika di kelas dan mengkaji multimedia sejenis yang sudah dikembangkan oleh vendor-vendor (produsen) yang udah meluncurkan produknya di pasaran. Kegiatan kedua adalah menganalisa temuan saat survei, menganalisa kekurangan dan kelebihan dari multimedia. Kegiatan ketiga mulai merancang multimedia yang akan dibuat dengan mempertimbangkan hasil dari perencanaan, survei, dan analisa. Setelah rancangan dibuat mulailah pembuatan multimedia dilakukan, pembuatan multimedia merupakan kegiatan yang sangat melelahkan dan memakan waktu yang lama. Setelah multimedia selesai, multimedia hasil pembuatan diuji-cobakan melalui mikro teaching (simulasi mengajar), temuan-temuan pada mikro teaching diinventarisir yang kemudian dilakukan perbaikan-perbaikan pada multimedia.
Fase ketiga adalah evaluasi, fase ini adalah fase mencoba pembelajaran dengan bantuan multimedia yang dikembangkan. Setelah pembelajaran dilangsungkan di akhir siswa diminta pendapatnya tentang media yang dibuat melalui skala sikap. Hasil dari penelitian dirangkum pada tabel 1.
Tabel 1. Hasil survey
No Pernyataan Persentase Positif Kriteria
1 Cara mengajar guru bukan faktor penting dalam belajar matematika 68% Kuat
2 Saya bersemangat bila jam pelajaran matematika tiba 80% Kuat
3 Matematika lebih mudah dipahami bila dibantu dengan komputer 86% Sangat Kuat
4 Belajar matematika dengan bantuan komputer lebih santai dan tidak tegang 92% Sangat Kuat
5 Sebaiknya komputer sebagai alat bantu belajar disediakan untuk semua pelajaran 88% Sangat Kuat
6 Belajar matematika dengan bantuan komputer mengurangi ketergantungan saya terhadap guru 73% Kuat
7 Belajar matematika dengan banyak simulasi tidak dapat meningkatkan pemahaman matematik 77% Kuat
8 Belajar dengan menggunakan bantuan komputer membuat materi matematika lebih cepat dipahami 82% Sangat Kuat
9 Dengan bantuan komputer belajar matematika menjadi tidak menyenangkan 85% Sangat Kuat
10 Belajar matematika dengan bantuan komputer mengurangi ketergantungan saya terhadap guru 80% Sangat Kuat

Melihat tabel di atas harapan kemampun matematika siswa lebih baik lagi terbuka lebar, karena pada setiap item pernyataan sikap ternyata mempunyai interpretasi kuat bahkan sangat kuat. Hanya sekarang tinggal bagaimana merancang multimedia yang akan benar-benar meningkatkan sisi kognitifnya.
D. PENUTUP
Berdasarkan hasil pembahasan, kemampuan matematika siswa lebih baik lagi dan terbuka lebar, karena pada setiap item pernyataan sikap ternyata mempunyai interpretasi kuat bahkan sangat kuat. Hanya sekarang tinggal bagaimana merancang multimedia yang akan benar-benar meningkatkan sisi kognitifnya.Saran dari penelitian yang telah dilakukan :
1. Bagi para pengembang mutimedia, kembangkan multimedia untuk pembelajaran di sekolah sesuai kaidah metodologi pengembangan dengan harapan prestasi siswa bisa meningkat.
2. Bagi para guru, coba cari vendor yang menghasilkan multimedia yang telah teruji sehingga siswa lebih menyukai matematika dan harapan lebih lanjutnya kemampuan kognitifnya meningkat.
3. Bagi para siswa, coba belajar secara mandiri menggunakan multimedia matematika yang disarankan oleh guru.
DAFTAR PUSTAKA
Kusumah, Y.S. (2007). “Peningkatan Kualitas Pembelajaran dengan Courseware Interaktif”. Makalah pada seminar DUE-like, Semarang.
Leman. (1998). Metodologi Sistem Informasi. Jakarta : Elek Media Komputindo.
NCTM, (2000). Principles and Standards for School Mathematics. NCTM: Virginia.
Riduwan. (2006). Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung : Alfabeta.
Setiono, K. (1983). Teori Perkembangan Kognitif. Bandung : Universitas Padjadjaran.
Soedjadi, R. (2000). Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta : DIKTI - Depdiknas.

1 komentar: